Rabu, 25 November 2009
SI MISKIN BOLEH MASUK SEKOLAH
SI MISKIN BOLEH MASUK SEKOLAH ?
Tes pertama dimulai melalui seleksi terhadap administrasi persyaratan pendaftaran masuk sekolah. Baik si miskin maupun si kaya yang lolos seleksi administrasi mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti test berikutnya yaitu mengikuti ujian tulis atau seleksi nilai ujian akhir dari tingkat sebelumnya. Dahulu di setiap gerbang-gerbang sekolah tersirat tulisan : ” si miskin dilarang masuk ”. Kini tulisan itu tidak lagi tersirat di gerbang-gerbang sekolah dan akhirnya tulisan yang tersirat adalah” si miskin boleh masuk sekolah ” karena adanya dana bantuan seperti BOS, beasiswa, sekolah gratis, dan lain-lain yang telah membanttu / membebaskan si miskin dari uang komite atau SPP. Hanya saja tulisan ini masih samar-samar, kelihatan pudar, tampak tidak jelas dan sulit untuk dibaca walaupun dicat ulang atau diperbaharui karena tulisan : ” si miskin dilarang masuk ” sepertinya muncul kembali dan tulisan ini kelihatan semakin besar seperti terlihat melalui kaca pembesar dan terang kembali hingga nyaris menutupi tulisan ” si miskin boleh masuk sekolah ”. Ini terlihat setelah di dalam sekolah ada rambu-rambu yang harus dipatuhi siswa, yang mungkin akan dilanggar karena tidak mampu untuk mematuhinya yaitu sangsi yang ditegakkan oleh setiap sekolah terhadap orang yang melanggar peraturan yang sangat tegas. Sekolah punya cara dan trik sendiri untuk menegakkan peraturan ini, dan terbukti bahwa orang-orang miskin benar-benar trauma untuk masuk ke sekolah. Jadi sebaiknya jika kita termasuk dalam kelompok orang yang mempunyai sedikit uang, pikir-pikirlah dulu untuk masuk sekolah karena bisa saja nanti kita mendapatkan sangsi dengan sendirinya, yaitu keluar dari sekolah tanpa harus dikeluarkan dan itu dilakukan dengan sadar karena dari semula sudah diperingatkan bahwa orang miskin dilarang masuk ke sekolah. Trik-trik yang dilakukan sekolah untuk menerapkan peraturan ini sangat hebat. Kehebatan ini adalah hal yang wajar, karena sekolah telah berpengalaman puluhan tahun dalam menegakkan peraturan tersebut. Trik tersebut dengan sendirinya akan menjaring / menyeleksi orang-orang sehinga dengan sendirinya orang-orang yang melanggar peraturan tersebut akan langsung keluar. Inilah yang disebut dengan test kemiskinan. Mari kita simak isi test tersebut.
Test pertama dimulai ketika penyeragaman pakaian saat akan masuk sekolah. Orang yang boleh masuk ke sekolah adalah orang-orang yang mempunyai seragam yang harus dilengkapi dengan identitas lokasi, identitas nama dan lambang OSIS. Gilanya lagi, seragam tersebut sangat banyak jenisnya, mulai dari seragam putih merah/biru/abu-abu, seragam pramuka yang harus lengkap dengan berbagai aksesoris yang ditempel di kantong dan lengan baju, seragam olah raga, dan seragam-seragam yang lain, belum lagi sepatu, kaos kaki, ikat pinggang, dan seterusnya yang kesemuanya ini mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Harga perlengkapan tersebut tentunya sangat mahal bagi orang-orang miskin. Jadi tidak mengherankan jika setiap tahun pelajaran baru si miskin menjerit ketika ingin sekolah karena test kemiskinan untuk masuk sekolah sangat berat untuk dijalani. Sedangkan bagi si kaya, mereka tinggal menggesekkan ATM dan semua urusan akan selesai. Pada tahap awal ini, si miskin bisa saja lulus test dengan menipu pihak sekolah karena mampu menyediakan seragam sekolah atau seragam yang lainnya dengan cara berhutang sana-sini atau menjual harta benda berharga agar bisa membeli seragam tersebut. Sebagian ada juga yang mendapat sumbangan dari seorang dermawan atau memakai pakaian bekas orang lain, tetapi jebakan berikutnya siap menanti.
Test berikutnya dilakukan setelah duduk di bangku sekolah. Siswa diharuskan menyediakan alat-alat tulis seperti buku tulis yang sangat banyak dengan berbagai jenis seperti, buku tulis isi 18, bulu tulis isi 32, isi 40, isi 100, dan sebagainya, pena, pensil, spidol, peghapus, penggaris, tipe x dan alat tulis lainnya ( buku, pena atau pensil wajib ada ). Lagi-lagi urusan kelas yang merencanakan perlengkapan kelas yang harus dibeli seperti hordeng, sapu, lap tangan, lap pel, ember, pot bunga, dan lain-lain ( demi kerapian, keindahan dan kebersihan kelas terdorong adanya penilaian ).Tidak cukup sampai di sini, si miskin juga harus membeli buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit tertentu seperti buku bacaan dengan puluhan jenis mata pelajaran, lembar kerja siswa, dll. Ada juga biaya untuk foto copy tugas, fotocopy soal, dan sebagainya. Bagi si miskin tentu saja ini adalah hal yang sangat mahal. Akhirnya si miskin berhutang lagi, atau jika tidak mampu maka sangsi sudah menanti. “Ya, kalau tidak mampu jangan sekolah, keluar saja!” Tetapi jika si miskin kembali bisa melewati ini, test berikutnya ada lagi. Orang tua siswa diundang untuk datang ke sekolah untuk menghadiri rapat komite sekolah. Topik rapat tidak lain untuk membicarakan pembangunan atau pembelian fasilitas sekolah / fasilitas pembelajaran agar mutu pendidikan hasilnya lebih baik, yang kesemuanya akan berakhir dengan sejumlah uang yang harus disiapkan orang tua siswa. Tentunya si kaya datang dengan bangga naik mobil mewah dengan kepala tegak dan disambut dengan senyuman ramah dan penuh penghargaan oleh pihak sekolah. Sedangkan si miskin datang tanpa dilihat karena tertutup oleh bayangan si kaya dan bahkan kehadirannyapun cenderung tidak diharapkan kerena tidak akan memberikan sumbangsih apa-apa karena di gerbang sekolah juga sudah tersirat tulisan : “si miskin dilarang masuk”. Jadi, jika memaksa masuk, terima saja sangsinya yaitu jadi “mentimun bungkuk”. Dengan sedikit gaya yang dianggap demokrasi, rapat dikuasai oleh para si kaya, dan keputusan yang diambilpun berpihak pada si kaya, hasil rapatpun milik si kaya yaitu siswa harus membayar uang keperluan sekolah tersebut sesuai dengan isi kantong si kaya. Sedangkan si miskin yang mencoba hadir di sana akhirnya hanya mengelus dada. Hal ini terus berjalan setiap tahunnya, jika pada tahun pertama si miskin berhasil lolos dari test kemiskinan yang diselenggarakan sekolah, maka akan ada tahun-tahun berikutnya dan test kemiskinan akan berulang lagi di sekolah sehingga orang-orang miskin benar-benar akan tersaring dan keluar dari sekolah dengan sendirinya. Kemungkinan diantara isi test kemiskinan tersebut si miskin wajib menjalaninya, tetapi ada yang dapat disederhanakan, bahkan mungkin ada yang tidak perlu atau dapat ditiadakan agar hasil test lebih banyak yang berhasil. Sebagian besar kita mungkin tidak percaya dan tidak menemukan tulisan “si miskin dilarang masuk” di gerbang sekolah. Hal ini bisa saja terjadi karena tidak memperhatikan atau tidak termasuk dalam kelompok orang-orang terlarang. Dengan demikian kita bebas keluar masuk sekolah tanpa harus mengikuti tes kemiskinan tersebut dan kita lupa bahwa tulisan itu tersirat dengan jelas di gerbang sekolah. Akan tetapi yang mampu membaca tulisan ini hanya 2 orang saja, pertama adalah orang-orang miskin yang sering kali tersangkut dengan berbagai persoalan setiap akan masuk ke sekolah sehingga bacaan “si miskin dilarang masuk” menjadi sesuatu hal yang sangat traumatis dan tidak bisa terlupakan oleh mereka. Kedua adalah orang yang punya hati nurani yang bisa merasakan penderitaan si miskin. Jadi, jika kita tidak bisa membaca atau menemukan tulisan ini di gerbang sekolah maka kita bukan termasuk orang miskin dan juga bukan orang yang punya hati nurani.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih jika anda memberikan saran atau kritik yang sifatnya membangun dalam blog saya ini.Jika ada komentar mohon disampaikan / diketik pada kotak di bawah ini.